5 Alasan Kenapa Tinggal di Semarang Itu Menyenangkan

Semarang Tugu Muda gambar diambil dari sini

Kira-kira seminggu lalu, seorang teman yang sudah cukup lama menetap di Jakarta meminta saran tentang rencana memboyong keluarga kecilnya untuk pindah kembali ke Semarang. Pertanyaan yang diajukan, ‘piye ya mbak, nek aku pindah ke Semarang?”

Pertama saya tanyakan tentang pekerjaan dia, dan dijawab bahwa pekerjaannya bisa diremote alias dikendalikan dari jauh sehingga pindah kota tidak menjadi masalah. Kebetulan juga anaknya baru berusia kurang lebih 1,5 tahun, jadi tidak ribet untuk ngurus sekolah dan lain-lain. Dengan kondisi seperti itu, lantas saya bilang, ‘kalau kamu bisa beradaptasi dengan gaya hidup di Semarang, mungkin kamu akan baik-baik saja.’

Memang untuk seseorang yang sudah cukup lama tinggal di Jakarta, pindah ke Semarang bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu diingat, meskipun Semarang adalah ibukota propinsi Jawa Tengah, tapi gerak kehidupan di Semarang jauh dari kata metropolitan. Tapi selama tidak membawa standart hidup di kota lama untuk diterapkan di Semarang dan mau beradaptasi dengan budaya dan ritme hidup di sini, maka seperti yang saya katakan tadi, semua akan baik-baik saja.

Saya sendiri bukan warga asli Semarang, tapi saya tinggal di Semarang dari mulai tahun 1997 – 2002, dan baru benar-benar kembali menetap (lagi) 5 tahun lalu tepatnya tahun 2012.  Tapi saya betah (banget) tinggal di sini. Semarang itu pas buat saya. Suitable. Layaknya kota-kota lain, Semarang itu punya plus dan minus. Namun demikian, Semarang masih lah menjadi kota ternyaman di antara yang lain.

Apa yang membuat Semarang itu nyaman? Oke, ada beberapa alasan yang menurut pendapat pribadi saya menjadikan Semarang tempat yang menyenangkan untuk menetap.

1. Toleransi Masyarakat Cukup Tinggi

Boleh dibilang Semarang memiliki toleransi yang cukup tinggi untuk setiap perbedaan. Rumah ibadah 5 agama bisa berdiri dengan bebas tanpa adanya gesekan dari masyarakat. Saya sebagai seorang minoritas boleh dibilang hampir tidak pernah mengalami diskriminasi selama menetap di Semarang. Saya bisa beribadah tanpa rasa was-was setiap harinya. Setiap orang bisa hidup berdampingan dengan damai. Kapan hari seorang teman dari Sumatera yang datang berkunjung sempat terheran-heran karena melihat banyaknya gereja di sekitar area tempat tinggal saya. Saya bilang, ga hanya gereja, disini semua agama bebas memiliki tempat ibadahnya masing-masing. Mencari warung makan buka pas bulan Ramadhan gampang banget, bahkan ketika bulan puasa dan saya diam-diam ngemil di meja kerja karena tidak ingin mengganggu teman yang puasa, mereka malah dengan enteng ngomong, ‘halah sante wae ra wes, ga usah sembunyi-sembunyi, kayak kami ini nda pernah puasa aja’

2. Gaya dan Biaya Hidup Relatif Terjangkau

Meskipun Semarang akhir-akhir ini berkembang cukup pesat. Hotel, caffe dan tempat hiburan yang nampaknya ada setiap bulan tidak merubah gaya hidup kota Semarang seperti yang saya kenal sebelumnya. Banyaknya tempat main, nongkrong tidak menjadikan Semarang menjadi kota yang hedonis. Toh, nyatanya hiburan rakyat yang murah meriah masih dengan mudah dijumpai di kota Semarang, seperti misalnya di taman Srigunting Kota lama.

Taman Srigunting diambil dari sini

Saya sendiri, boleh dibilang jarang ke mal kecuali ingin nonton film dan berbelanja. Selebihnya saya lebih menikmati Pecinan, Semawis, Angkringan, dll bersama dengan teman-teman. Masyarakat Semarang juga tidak terlalu konsumtif. Tentang hal ini lain kali akan saya tulis dalam postingan yang berbeda (berdasarkan hasil survey). Selain itu biaya hidup relatif terjangkau. Karena harga harga di pasar masih masuk akal.

Saya pernah melakukan uji coba selama 1 bulan berapa banyak biaya yang saya keluarkan untuk makan dan beberapa keperluan sederhana lainnya, di luar cicilan rumah, tagihan air dan listrik, bahan bakar mobil, dan asuransi.  Saya hanya mencatat kebutuhan makan saya sehari 3 kali, dan membeli beberapa kebutuhan bulanan, nongkrong di caffe seminggu sekali ternyata saya hanya menghabiskan uang tidak lebih dari 2 juta rupiah satu bulan. Relatif terjangkau bukan?

3. You Know Everyone

True! Kamu bisa kenal siapa saja di Semarang. Dan buat saya ini menyenangkan juga menguntungkan. Saya bisa kenal si A dari si B yang ternyata teman si C, si C temenan sama si D dan ternyata saya juga kenal si D sehingga pada akhirnya saya berteman dengan A B C dan D sekaligus. Seringkali spekerjaan sampingan yang saya peroleh merupakan rekomendasi dari teman atau kenalan. Networking menjadi lebih luas. Dunia saya tidak lagi sempit karena bisa berteman dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. Walaupun pada akhirnya jadi merasa kok Semarang kecil banget ya, semua saling mengenal. Tapi itu point positif!

4. Ritme Hidup Cenderung Kalem.

Ada cerita menarik, seorang kawan yang terbiasa dengan jalanan kota lain yang terkesan tergesa-gesa, ketika tiba di Semarang dan harus membawa mobil, teman tersebut mengeluh karena dia merasa kendaraan di Semarang berjalan sangat pelan. Saya tertawa. Ya memang begitulah.

Orang Semarang itu cenderung tertib lalu lintas, ya gimana ga tertib, polisinya rata-rata galak sik. Di sini kalau pas berhenti di lampu merah dan melewati marka malah dianggap anomali. Oiya, orang Semarang ga suka pake klakson kalau kebangeten. Hehehehehe.

Selain itu tidak pernah ada konflik, demo, atau dalam bahasa teman saya gegeran yang berarti di kota Semarang. Sehingga kehidupan di Semarang memang cenderung adem ayem.

5. Semua Kuliner Enak!

Kenapa saya susah kurus selama kurang lebih 5 tahun tinggal di Semarang? Tak lain dan tak bukan adalah karena Semarang punya tempat makan yang banyak! Semua kuliner apalagi kuliner kaki lima di Semarang itu enak dan murah! Dari mulai kuliner mainstream yang diburu orang seperti, Bu Tum, Warung Bu Anna, Pecel Yu Sri, Nasi Ayam, dll, Semarang adalah surga kuliner kaki lima yang enak dan murah meriah. Mulai dari Semarang atas sampai Semarang bawah. Mau Angkringan? Tinggal pilih, ada angkringan pak Gik yang hanya buka jam 12.00 malam, angkringan museum, sampai angkringan ing teras yang jauhnya di banjir kanal, atau seafood pak Ndo sampai seafood Gemes, leker Paimo sampai leker kokoh-kokoh yang ada di Pasar Semawis? Wedang kacang, tahu petis, soto, tahu gimbal, wedang pak Jo? You named it lah.

Angkringan Moeseom koleksi pribadi

Mau yang fancy, instagramable, dan mewah? Banyak Caffe atau tempat tongkrongan  yang menawarkan makanan dengan konsep beragam. Coffeshop semacam Tekodeko, Eastman, Blue Lotus, dll. Atau semacam Netscology Gastronomy, Carnivor SkyBar, Basilia, Talisman,  dll sama banyak dan enaknya dengan kuliner kaki lima.

Selain 5 alasan di atas, saya rasa Semarang masih punya banyak kategori yang menjadikannya sebagai kota layak huni yang cukup nyaman. Masing-masing penghuninya mempunyai alasan yang berbeda untuk menjadi betah di kota Atlas ini. Demikian juga saya, ada lebih dari 5 alasan. Jadi kalau ada yang nanya kapan pindah dari Semarang, jawaban saya untuk sementara ini belum ingin pindah, saya masih betah di Semarang. Nah kalau kamu,  apa yang membuat kamu kerasan tinggal di Semarang?

8 thoughts on “5 Alasan Kenapa Tinggal di Semarang Itu Menyenangkan

  1. Terutama mau menyesuaikan dengan ritme atau irama kehidupan di kota manapun kita tinggal. Nikmati dan melebur dalam adat istiadatnya sehingga memperkaya pengalaman…

    Like

  2. Eh iya dari dulu saya penasaran, kenapa Semarang dijuluki “kota Atlas?”

    Apakah ada hubungannya dengan Cloud Atlas?

    Like

  3. Nomer 3&4 itu beneeeer banget. aku pokoknya klo apa2 tanya ortuku, mesti mereka kenal hahaha. trus nomer 4 tuh gimana ya. tinggal di semarang kota besar tapi low pace. jadi semua tersedia di semarang, tapi ga stresful kaya jakarta. lain sama jogja yang penuh sesak, selalu ngerasa sumpek klo di jogja.

    Like

Leave a comment